Rasulullah SAW kerap menerima ujian dalam menyebarkan
dakwah Islam kepada umat manusia. Di antaranya adalah pengkhianatan yang
menyebabkan musnahnya nyawa para sahabat mulia yang hafal Alquran.
Insiden itu disebut sebagai tragedi Bir Ma'una. Sebanyak
70 orang sahabat Rasulullah SAW terbunuh oleh para pengkhianat. Karena hafal
Alquran, para sahabat Nabi SAW itu digelari Jama'ah Qurra'. Sebagian besar dari
mereka berasal dari kaum Anshar.
Rasulullah sangat menyayangi mereka. Para sahabat ini
senantiasa menghabiskan malam hari dengan berzikir dan membaca Alquran di
masjid. Pada siang hari, banyak di antaranya yang menghadiri majelis Rasulullah
SAW.
Bagaimana insiden nahas itu bermula? Awalnya, datang
seorang laki-laki bernama Amir bin Malik. Dia berasal dari Bani Amir, sebuah
kabilah di Nejed. Kepada Nabi SAW, dia meminta agar beliau mengirimkan Jama'ah
Qurra' itu kepada kabilahnya.
Para sahabat yang hafizh itu dimintanya untuk mengajarkan
Islam dan Alquran kepada kaumnya.
Mulanya, Rasulullah SAW merasa ada yang tidak beres.
Beliau khawatir bila nantinya akan terjadi sesuatu yang buruk atas para
sahabatnya tersebut.
Namun, Amir bin Malik terus membujuk Nabi Muhammad SAW.
Dia bahkan memberikan jaminan atas keselamatan mereka dengan dirinya sendiri.
Akhirnya, Rasulullah SAW mengizinkan. Beliau mengirimkan ketujuh puluh orang
sahabatnya itu kepada kabilah Bani Amir.
Di samping itu, beliau juga menitipkan kepada mereka
sepucuk surat. Isinya, ajakan untuk memeluk Islam kepada segenap pimpinan
kabilah tersebut. Pemuka kabilah sasaran dakwah ini bernama Amir bin Tufail.
Maka berjalanlah mereka. Tatkala hampir sampai di perkampungan
Bani Amir, para sahabat ini pun berkemah di sebuah tempat yang bernama Bir
Ma'una.
Salah seorang sahabat yang bernama Haram pergi ke
perkampungan Bani Amir. Tujuannya, menemui pimpinan kabilah sekaligus
menyampaikan surat dari Rasulullah SAW tadi.
Namun, pimpinan kabilah tersebut, Amir bin Tufail,
ternyata amat membenci Islam. Dia menampik surat dari Nabi SAW itu. bahkan
sebelum membacanya.
Tanpa banyak cakap, keponakan Amir bin Malik itu langsung
melemparkan tombak ke tubuh Haram, sehingga sang sahabat ini gugur seketika.
Menjelang ajalnya, Haram masih sempat berseru: "Demi Tuhannya Ka'bah, aku
telah mencapai kejayaan!"
Amir bin Tufail tidak mengindahkan jaminan yang telah
diberikan Amir bin Malik atas segenap Jama'ah Qurra' it. Tidak peduli pula pada
kebiasaan di Jazirah Arab, yakni tidak boleh membunuh duta dari kabilah luar.
Setelah itu, Amir bin Tufail mengajak kaumnya agar
membantai para sahabat Nabi yang masih berkemah di Bir Ma'una. Awalnya, para
bawahannya ragu-ragu karena adanya jaminan yang telah diberikan Amir bin Malik
kepada para sahabat Rasulullah SAW itu.
Amir bin Tufail pun menggalang dukungan dari
kabilah-kabilah lain di sekitar perkampungannya. Setelah pasukan koalisi itu
terkumpul dalam jumlah yang besar, maka serbuan pun dijalankan.
Mereka membunuh semua sahabat Nabi yang ada di sana
kecuali satu orang yang tersisa, Ka'ab bin Zaid. Pria ini dikira telah
meninggal, padahal masih bernyawa meski luka-luka.
Kabar pembantaian ini pun sampai ke telinga Rasulullah
SAW. Beliau sangat sedih dan marah atas kebiadaban Amir bin Tufail dan sekutu.
Sejak saat itu, dalam tiap shalat lima waktu berjamaah,
Nabi SAW membacakan doa qunut nazilah kala memimpin shalat. Itu dilakukannya
selama beberapa puluh hari. Dalam doa itu, Rasulullah SAW menyebut nama-nama
kabilah dari pasukan koalisi tersebut, dengan harapan Allah SWT menimpakan
balasan kepada mereka.
(https://khazanah.republika.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar