Berbagai metode menghafal Al-Quran sudah banyak kita
jumpai pada zaman sekarang ini. Semuanya bertujuan untuk memudahkan kaum
muslimin dalam menghafal dan menjaganya di dalam dada.
Namun satu hal yang cukup menyayat hati ialah adanya
anggapan bahwasanya menghafal tidaklah terlalu penting, sebab yang terpenting
adalah kita memahami maknanya. Doktrin semacam ini cukup mendapat sambutan
hangat dari kalangan penuntut ilmu, hal ini terbukti mampu mengurangi perhatian
mereka dalam menghafal, baik Al-Quran atau berbagai matan ilmu yang lain.
Berangkat dari fenomena tersebut, kami ingin mengajak
para pembaca untuk merenungi metode Jibril ‘alaihissalam tatkala mengajarkan
Al-Quran kepada Nabi akhir zaman Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam.
Hafal dulu baru Pahami
Metode yang tepat dalam mempelajari ilmu adalah
menghafalkan lafadznya terlebih dahulu baru kemudian menggali makna yang
terkandung didalamnya, termasuk dalam hal ini alah menghafalkan Al-Quran. Hal
tersebut sudah tersirat dalam firman Allah subhanahu wata’ala tatkala
menceritakan keadaan Nabi Muhammad shollallohu ‘alah wasallam saat menerima
wahyu Al -Quran :
(16) Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat
(menguasai)nya.
(17) Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
(18) Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.
(19) Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.
(QS Al Qiyamah : 16-19)
Ayat diatas menggambarkan dengan jelas bahwasanya urutan
yang tepat untuk mempelajari Al-Quran ialah menghafalkannya terlebih dahulu
baru kemudian memahami isi kandungannya.
Metode ini sejatinya sudah diterapkan oleh para ulama
terdahulu. Terbukti hampir tiap kali saat membaca biografi para ulama akan kita
dapati bahwa mereka mengawali perjalanan menuntut ilmu dengan menghafalkan
Al-Quran terlebih dahulu, bukan langsung mendalami tafsirnya baru kemudian
fokus menghafalkannya.
Salah satu contoh nyata penerapan metode ini adalah kisah
Imam Asy Syafi’i rohimahulloh. Diceritakan bahwa sebelum beliau mendatangi Imam
Malik rohimahulloh untuk mempelajari Kitab Al Muwattho’, beliau sudah
menghafalkannya terlebih dahulu dari awal hingga akhir. Perlu diketahui bahwa
beliau saat itu baru menginjak usia 10 tahun.
Para ulama juga menekankan pentingnya menghafal bagi
seorang penuntut ilmu, diantara nasehat mereka ialah :
“Ilmu
bukanlah apa yang terdapat dalam lemari buku, akan tetapi ilmu yang
sesungguhnya adalah apa yang ada dalam dada”
“Maka
menghafallah, sebab mereka yang hafal akan menjadi seorang Imam” (Imam Ar Rohab rohimahulloh)
Metode para ulama tersebut juga dterapkan di Pesantren
Hamalatul Quran dalam mendidik generasi Qurani. Dimana pada 3 tahun pertama
para santri fokus menghafal Al-Quran beserta berbagai matan ilmiah. Barulah
saat memasuki madrasah ‘Aliyah mereka akan difokuskan untuk menggali mutiara yang
tersimpan dalam lautan ilmu yang sudah mereka hafal sebelumnya.
Wallahu a’lam
Referensi :
Iqro`ul Quran, Dakhil bin Abdillah Ad Dakhil
Syarhu Az Zarqoni ‘ala Al Muwatho`, Muhammad Az Zarqoni
***
Ditulis oleh : Afit Iqwanudin, A.Md, Lc
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, Mahasiswa
Pascasarjana jurusan Ilmu Qiro’at, Fakultas Qur’an di Universitas Islam Madinah
KSA)
0 komentar:
Posting Komentar